Halaman

Kamis, 07 Mei 2020

Cerpen: Jangan Salahkan Kesalahan!


Jangan Salahkan Kesalahan!
Adam Jaya Saputra   

Matahari keluar perlahan-lahan dari peraduanya. Dia hendak menyaksikan kembali peradaban manusia. Langit gelap akan segera terusir, berganti dengan langit yang terang menyala. Biru lembut mulai nampak dicakrawala, membangunkan seisi alam agar kembali pada aktifitasnya. Hawa sejuk membuaikan embun-embun pagi yang menggelantung di pohon-pohon halaman MAN 1 Sulaiman. Para pelajar di akademi pendidikan itu menyebut sekolah mereka sebagai istana.
Namun istana itu akan segera mereka tinggalkan di waktu dekat ini. Di ruang-ruang kelas MAN 1 Sulaiman para siswa-siswi disibukkan dengan setumpukan kertas berukiran tinta hitam. Setiap waktu, pikiran dan tenaga mereka diperas habis dengan setumpukan kertas, yang selalu ada dan setia menemani para siswa-siswi MAN 1 Sulaiman setiap saat. Di atas meja pojok paling belakang, terjadi pemandangan yang tidak mengenakan. Di sana ada siswa yang cukup bandel tidur seenaknya saja dengan bantalan tumpukan buku, entah mimpi apa yang ia alami sehingga dapat tidur pulas.
“PRAAAAKK!” suara sepatu yang mendarat.
“HEY , SIAPA YANG MELEMPAR SEPATU INI?! KURANG AJAR!” teriak Joyo sambil memandangi sekelilingnya dengan mata melotot dan jidat sedikit memerah berukiran sepatu.
Putro memberi bahasa isyrat kepada Joyo, kalau yang lempar sepatu itu adalah pak guru.
“Oh maaf pak, saya kira salah seorang teman yang melempar sepatu ini” dengan nada rendah ia minta maaf sama pak guru. Dan menoleh ke arah Putro “kenapa kamu tidak membangunkan aku sedari tadi Tro?!” suaranya seperti ular mendesis.
“lha aku suka lihat kamu kalau di marahi guru” timpalnya sedikit meledek.
“Daassarr...!!!” Joyo menimpali ledekan Putro dengan menggretakan giginya.
Pak guru melangkah menuju ruang kelas paling belakang, tepat mengarah kebangkunya Joyo.
“ANANDA JOYO... Ambilkan  sepatu bapak!” perintah pak guru, dengan sedikit nada yang berirama.
“iya pak” sahut Joyo, sambil mengambilkanya.
“Terimakasih ananda Joyo...” ucapanya pak guru dengan penuh rasa cinta.
“iya pak, sama-sama” balasnya Joyo kepada pak guru dengan penuh rasa hormat.
***
Ruangan di pagi hari yang penuh dengan sinar mentari sedari tadi menunggu pelajaran untuk dimulai. Dengan suara merdunya siswa-siswi MAN 1 Sulaiman berdo’a  secara mandiri untuk memulai pelajaran, agar ilmu yang didapatkan di ridhoi oleh sang ilahi. Tidak menunggu lama setelah tadarus bersama, Adem mengawali pelajaran dengan sebuah pertanyaan.
“Pak Abdullah, mohon izin bertanya!” suara lantang nun penuh dengan keberanian terdengar indah menggema di dalam kelas 12 Agama.
“Oh, iya. Silakan ananda Adem.” Balasnya pak Abdullah dengan penuh rasa kasih dan cinta.
 “ Apakah benar pak, Muhammad Al-Fatih menaklukkan konstantinopel di usianya yang masih muda sekali? Dan berapa usianya Muhammad Al-Fatih ketika menaklukkan konstantinopel pak?.” Kebetulan sekali pertanyaanya mengenai sejarah islam dan tepat di kelas Agama memang ilmu-ilmu keagamaan yang diutamakan.
Sebelum pak Abdullah menjawab, temanya Adem ikut nimbrung pertanyaan. “Dan apakah benar pak, Muhammad Al-Fatih memiliki jiwa visioner yang kesatria?” pertanyaan pun tidak bisa disimpan lama-lama dibenak Ghozi dan telah terucap dengan santun nun penuh kejeniusan.
Pak Abdullah pun tersenyum bahagia melihat anak-anak didiknya semakin hari semakin jenius dan santun penuh dengan keimanan islam, meskipun masih ada beberapa anak yang jauh dari kata itu. Tetapi pak Abdullah selalu mendo’akan yang terbaik untuk anak-anak didiknya agar kelak suatu hari nanti dapat menjadi generasi islami, tak terlepas do’anya untuk Joyo siswa bandel kelas 12 Agama.
“Anak-anakku apakah ada yang mau menjawab diantara kalian semua, sebelum bapak nanti yang menjawab?” sapaan khas pak Abdullah ketika suasana mulai tidak kondusif. Sapaan ini selalu berhasil untuk menarik perhatian dan membuat ruang kelas kembali kondusif.
“TIDAAAK...!!!” serempak sekelas menjawab dengan cepat. Memang para siswa-siswi MAN 1 Sulaiman selalu kompak untuk menjawab jawaban yang tdak terlalu banyak memerlukan waktu dan pikiran, itupun hampir di semua kelas. Tidak hanya di kelas 12 Agama, bahkan kelas 12 Agama adalah kelas yang paling jarang memberi jawaban seperti itu kepada guru diantara kelas – kelas yang lain.
***
Bel sekolah telah berbunyi dengan merdu, itu menandakan satu jam pelajaran sudah berlalu. Setelah mendengar bel pertama berbunyi pak Abdullah segera memberikan jawaban dan penjelasan kepada Adem dan Ghozi yang sedari tadi sudah tidak sabar menunggu jawaban dan penjelasanya. Dengan jawaban dan penjelasan yang disampaikan kepada murid – muridnya. Ternyata penjelasan tersebut membuat murid-muridnya penasaran.
“Pak guru, kenapa pemimpin yang sangat hebat di zamanya itu pernah turun tahta?”. Tidak menunggu waktu lama, si Jenius langsung meminta izin kepada pak Abdullah untuk menjawab pertanyaan dari Joyo. Dengan ketajaman berfikir dan kejeniusan Ghozi memberikan penjelasan. Joyo pun manggut-manggut dengan jawaban dan penjelasan yang disampaikanya, seakan-akan ia paham.
“Hah...?!! Muhammad Al-Fatih diusia 12 tahun sudah pernah diangkat menjadi sultan kekhilafahan Turki Utsmani.” Ucapnya Joyo terheran – heran sepontan,  mendengar penjelasan yang di sampaikan oleh Ghozi dengan penuh kejeniusan dan keimanan. “Lalu dengan usianya yang masih sangat muda ia turun tahta dan digantikan oleh ayahandanya, tersebab faktor usia juga mempengaruhi mentalnya untuk mengurus Negara.” Lanjutnya.
 Tidak lama kemudian Putro yang sedari tadi menyimak pembahasan dalam kelasnya, ia pun ikut menanggapi penjelasan-penjelasan yang telah di sampaikan. Tetapi sedikit memberikan sindiran kepada Joyo, entah apakah faktor kurang konsentrasi dalam pembelajaran yang sedari tadi mendengarkan dengan kepala di taruh di atas meja.
“Dari sekian panjang lebar penjelasan yang saya dengarkan , menurut saya Joyo dan Muhammad Al – Fatih itu sangat berbanding terbalik perilakunya. Seperti air dan minyak, hahahaha.”  Nadanya yang khas dengan ledekkan membuat suasana sedikit memanas.
“HEY, MAKSUDMU APA...!” Joyo mengacungkan jari telunjuknya ke arah putro dan dengan nada tinggi penuh emosi. “Apakah yang kamu maksud adalah kesalahanku tadi yang membuat pak guru melemparku sepatu?’ lanjutnya dengan nada sedikit merendah dan penyesalan atas kesalahan yang ia lakukan.
Dengan cepat dan sigap Putro langsung menjawab “IYA!... kamu memang selalu melakukan kesalahan Yo!” hardik putro.
“Putro! Joyo! Janganlah kalian saling menyalahkan. Dan janganlah kalian menyalahkan kesalahan, sebenarnya kita bisa mengambil pelajaran dari kesalahan kalau kita mau berfikir!” Argumen yang penuh dengan kebijaksanaan menghambur begitu saja dari mulut Adem.
 Tak terasa bel sekolah berbunyi lagi untuk yang kedua kali. “Ilmu ialah kemuliaan yang tiada ada kehinaan didalamnya. Diraih hanya dengan  merendah tanpa merasa tinggi. Sebab ia musuh kesombongan diri sebagaimana banjir tak hendak pada dataran tinggi. Wahai pencari ilmu , selamilah kehati – hatian suci jauhi nyenyak dan tinggalkan kenyang. Langgenggkan belajarmu dan jangan beranjak, karena kian dikaji ilmu kian tegak menanjak. Jikapun luput darimu dunia dan segala isinya. Maka pejamkan matamu, cukuplah ilmu sebagai sebaik – baiknya karunia yang Allah berikan padamu. Layani ilmu dengan pengabdian pencari faedah sejati. Langgengkan pembelajaranya dengan laku terpuji. Aduhai betapa rugi seorang pelajar bestari, jika ilmunya hanya untuk mencari pemberian para hamba dan abdi. Ilmu ialah mahkota yang jubahnya adalah manfaat, apa guna mahkota bila raja berjalan telanjang?  Apa guna ijazah bila pelajar bestari berhambur tak tui manfaat. Kita semua adalah pelajar bestari. Dituntuti memburu ilmu dari mahdi ilal lahdi. Pelajar bestari ialah pengabdi ilahi tak untuk dibeli janji duniawi.” Sebuah puisi dari pak Abdullah ketika pembelajaran selesai.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar