Jangan Salahkan Kesalahan!
Adam Jaya Saputra
Matahari keluar
perlahan-lahan dari peraduanya. Dia hendak menyaksikan kembali peradaban
manusia. Langit gelap akan segera terusir, berganti dengan langit yang terang
menyala. Biru lembut mulai nampak dicakrawala, membangunkan seisi alam agar
kembali pada aktifitasnya. Hawa sejuk membuaikan embun-embun pagi yang
menggelantung di pohon-pohon halaman MAN 1 Sulaiman. Para pelajar di akademi pendidikan
itu menyebut sekolah mereka sebagai istana.
Namun istana
itu akan segera mereka tinggalkan di waktu dekat ini. Di ruang-ruang kelas MAN
1 Sulaiman para siswa-siswi disibukkan dengan setumpukan kertas berukiran tinta
hitam. Setiap waktu, pikiran dan tenaga mereka diperas habis dengan setumpukan
kertas, yang selalu ada dan setia menemani para siswa-siswi MAN 1 Sulaiman
setiap saat. Di atas meja pojok paling belakang, terjadi pemandangan yang tidak
mengenakan. Di sana ada siswa yang cukup bandel tidur seenaknya saja dengan bantalan
tumpukan buku, entah mimpi apa yang ia alami sehingga dapat tidur pulas.
“PRAAAAKK!”
suara sepatu yang mendarat.
“HEY , SIAPA
YANG MELEMPAR SEPATU INI?! KURANG AJAR!” teriak Joyo sambil memandangi
sekelilingnya dengan mata melotot dan jidat sedikit memerah berukiran sepatu.
Putro memberi
bahasa isyrat kepada Joyo, kalau yang lempar sepatu itu adalah pak guru.
“Oh maaf pak,
saya kira salah seorang teman yang melempar sepatu ini” dengan nada rendah ia
minta maaf sama pak guru. Dan menoleh ke arah Putro “kenapa kamu tidak
membangunkan aku sedari tadi Tro?!” suaranya seperti ular mendesis.
“lha aku suka
lihat kamu kalau di marahi guru” timpalnya sedikit meledek.
“Daassarr...!!!”
Joyo menimpali ledekan Putro dengan menggretakan giginya.
Pak guru
melangkah menuju ruang kelas paling belakang, tepat mengarah kebangkunya Joyo.
“ANANDA JOYO...
Ambilkan sepatu bapak!” perintah pak
guru, dengan sedikit nada yang berirama.
“iya pak” sahut
Joyo, sambil mengambilkanya.
“Terimakasih
ananda Joyo...” ucapanya pak guru dengan penuh rasa cinta.
“iya pak, sama-sama”
balasnya Joyo kepada pak guru dengan penuh rasa hormat.
***
Ruangan di pagi
hari yang penuh dengan sinar mentari sedari tadi menunggu pelajaran untuk dimulai.
Dengan suara merdunya siswa-siswi MAN 1 Sulaiman berdo’a secara mandiri untuk memulai pelajaran, agar
ilmu yang didapatkan di ridhoi oleh sang ilahi. Tidak menunggu lama setelah
tadarus bersama, Adem mengawali pelajaran dengan sebuah pertanyaan.
“Pak Abdullah,
mohon izin bertanya!” suara lantang nun penuh dengan keberanian terdengar indah
menggema di dalam kelas 12 Agama.
“Oh, iya.
Silakan ananda Adem.” Balasnya pak Abdullah dengan penuh rasa kasih dan cinta.
“ Apakah benar pak, Muhammad Al-Fatih
menaklukkan konstantinopel di usianya yang masih muda sekali? Dan berapa
usianya Muhammad Al-Fatih ketika menaklukkan konstantinopel pak?.” Kebetulan
sekali pertanyaanya mengenai sejarah islam dan tepat di kelas Agama memang ilmu-ilmu
keagamaan yang diutamakan.
Sebelum pak
Abdullah menjawab, temanya Adem ikut nimbrung pertanyaan. “Dan apakah benar pak,
Muhammad Al-Fatih memiliki jiwa visioner yang kesatria?” pertanyaan pun tidak
bisa disimpan lama-lama dibenak Ghozi dan telah terucap dengan santun nun penuh
kejeniusan.
Pak Abdullah
pun tersenyum bahagia melihat anak-anak didiknya semakin hari semakin jenius
dan santun penuh dengan keimanan islam, meskipun masih ada beberapa anak yang
jauh dari kata itu. Tetapi pak Abdullah selalu mendo’akan yang terbaik untuk
anak-anak didiknya agar kelak suatu hari nanti dapat menjadi generasi islami,
tak terlepas do’anya untuk Joyo siswa bandel kelas 12 Agama.
“Anak-anakku
apakah ada yang mau menjawab diantara kalian semua, sebelum bapak nanti yang
menjawab?” sapaan khas pak Abdullah ketika suasana mulai tidak kondusif. Sapaan
ini selalu berhasil untuk menarik perhatian dan membuat ruang kelas kembali kondusif.
“TIDAAAK...!!!”
serempak sekelas menjawab dengan cepat. Memang para siswa-siswi MAN 1 Sulaiman
selalu kompak untuk menjawab jawaban yang tdak terlalu banyak memerlukan waktu
dan pikiran, itupun hampir di semua kelas. Tidak hanya di kelas 12 Agama,
bahkan kelas 12 Agama adalah kelas yang paling jarang memberi jawaban seperti
itu kepada guru diantara kelas – kelas yang lain.
***
Bel sekolah
telah berbunyi dengan merdu, itu menandakan satu jam pelajaran sudah berlalu. Setelah
mendengar bel pertama berbunyi pak Abdullah segera memberikan jawaban dan
penjelasan kepada Adem dan Ghozi yang sedari tadi sudah tidak sabar menunggu
jawaban dan penjelasanya. Dengan jawaban dan penjelasan yang disampaikan kepada
murid – muridnya. Ternyata penjelasan tersebut membuat murid-muridnya
penasaran.
“Pak guru, kenapa
pemimpin yang sangat hebat di zamanya itu pernah turun tahta?”. Tidak menunggu
waktu lama, si Jenius langsung meminta izin kepada pak Abdullah untuk menjawab
pertanyaan dari Joyo. Dengan ketajaman berfikir dan kejeniusan Ghozi memberikan
penjelasan. Joyo pun manggut-manggut dengan jawaban dan penjelasan yang
disampaikanya, seakan-akan ia paham.
“Hah...?!! Muhammad
Al-Fatih diusia 12 tahun sudah pernah diangkat menjadi sultan kekhilafahan Turki
Utsmani.” Ucapnya Joyo terheran – heran sepontan, mendengar penjelasan yang di sampaikan oleh
Ghozi dengan penuh kejeniusan dan keimanan. “Lalu dengan usianya yang masih
sangat muda ia turun tahta dan digantikan oleh ayahandanya, tersebab faktor
usia juga mempengaruhi mentalnya untuk mengurus Negara.” Lanjutnya.
Tidak lama kemudian Putro yang sedari tadi
menyimak pembahasan dalam kelasnya, ia pun ikut menanggapi penjelasan-penjelasan
yang telah di sampaikan. Tetapi sedikit memberikan sindiran kepada Joyo, entah
apakah faktor kurang konsentrasi dalam pembelajaran yang sedari tadi
mendengarkan dengan kepala di taruh di atas meja.
“Dari sekian
panjang lebar penjelasan yang saya dengarkan , menurut saya Joyo dan Muhammad
Al – Fatih itu sangat berbanding terbalik perilakunya. Seperti air dan minyak,
hahahaha.” Nadanya yang khas dengan
ledekkan membuat suasana sedikit memanas.
“HEY, MAKSUDMU
APA...!” Joyo mengacungkan jari telunjuknya ke arah putro dan dengan nada
tinggi penuh emosi. “Apakah yang kamu maksud adalah kesalahanku tadi yang
membuat pak guru melemparku sepatu?’ lanjutnya dengan nada sedikit merendah dan
penyesalan atas kesalahan yang ia lakukan.
Dengan cepat
dan sigap Putro langsung menjawab “IYA!... kamu memang selalu melakukan
kesalahan Yo!” hardik putro.
“Putro! Joyo!
Janganlah kalian saling menyalahkan. Dan janganlah kalian menyalahkan
kesalahan, sebenarnya kita bisa mengambil pelajaran dari kesalahan kalau kita
mau berfikir!” Argumen yang penuh dengan kebijaksanaan menghambur begitu saja
dari mulut Adem.
Tak terasa bel sekolah berbunyi lagi untuk
yang kedua kali. “Ilmu ialah kemuliaan yang tiada ada kehinaan didalamnya. Diraih
hanya dengan merendah tanpa merasa
tinggi. Sebab ia musuh kesombongan diri sebagaimana banjir tak hendak pada
dataran tinggi. Wahai pencari ilmu , selamilah kehati – hatian suci jauhi
nyenyak dan tinggalkan kenyang. Langgenggkan belajarmu dan jangan beranjak,
karena kian dikaji ilmu kian tegak menanjak. Jikapun luput darimu dunia dan
segala isinya. Maka pejamkan matamu, cukuplah ilmu sebagai sebaik – baiknya karunia
yang Allah berikan padamu. Layani ilmu dengan pengabdian pencari faedah sejati.
Langgengkan pembelajaranya dengan laku terpuji. Aduhai betapa rugi seorang
pelajar bestari, jika ilmunya hanya untuk mencari pemberian para hamba dan abdi.
Ilmu ialah mahkota yang jubahnya adalah manfaat, apa guna mahkota bila raja
berjalan telanjang? Apa guna ijazah bila
pelajar bestari berhambur tak tui manfaat. Kita semua adalah pelajar bestari. Dituntuti
memburu ilmu dari mahdi ilal lahdi. Pelajar bestari ialah pengabdi ilahi tak
untuk dibeli janji duniawi.” Sebuah puisi dari pak Abdullah ketika pembelajaran
selesai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar